KBB, CIBURUY - MATAKITA - Suara deru alat berat memecah kesunyian pagi di Desa Ciburuy, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Dentuman besi yang menghantam tembok rumah berpadu dengan tangis pilu warga yang hanya bisa menyaksikan atap serta dinding tempat tinggal mereka roboh satu persatu pada Kamis, 18 September 2025. 
Hari itu, puluhan hingga ratusan keluarga harus beranjak dari rumah yang telah mereka huni bertahun-tahun. Mereka digusur dari lahan yang masuk dalam rencana revitalisasi kawasan wisata Situ Ciburuy, salah satu program unggulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) bersama Pemkab Bandung Barat.
Janji Indah di Tengah Kepedihan Warga
Revitalisasi Situ Ciburuy diproyeksikan menjadi wajah baru pariwisata alam Jawa
 Barat. Rencananya, pemerintah akan memperbaiki kualitas air, menata ulang Balai Pinton yang terbengkalai, hingga membangun wahana wisata air yang lebih ramah pengunjung.
Namun, di balik rencana besar itu, tersimpan kisah getir. Bagi ratusan warga di RW 5, 6, 7, 8, 14, 15, dan 16 Desa Ciburuy, pembangunan berarti kehilangan rumah tanpa kepastian masa depan. Mereka tidak menolak program, tetapi meminta pemerintah memberi solusi agar hak-hak dasar mereka tetap dihargai.
Salah satunya, Neneng Siti Kulsum, warga Kampung Sinarsari RT04/RW06 Desa Padalarang, hanya bisa menahan air mata saat rumahnya dihancurkan.
“Kami tahu Situ Ciburuy milik negara dan memang perlu ditata. Tapi sebelum rumah kami dirobohkan, tolong beri kami solusi, entah relokasi atau biaya kontrakan sementara,” ujarnya lirih.
Dukungan yang Rapuh
Ketua RW 16, Herdi, menyebut masyarakat sebenarnya sudah mendapatkan sosialisasi terkait pembongkaran. Mereka menyadari lahan yang ditempati bukan milik pribadi. Namun, pemahaman itu tak mampu meredam kegelisahan soal nasib keluarga mereka ke depan.
“Warga mendukung pembangunan seribu persen. Tapi kami minta kebijakan yang lebih manusiawi. Jangan sampai ada yang tidur di jalan. Minimal sediakan biaya kontrakan atau tempat tinggal sementara,” kata Herdi.
Herdi menambahkan, sebagian warga sudah lebih dulu berkemas. Tetapi ketika alat berat datang lebih cepat dari perkiraan, banyak keluarga bingung harus pindah ke mana.
Alasan Pemerintah
Kepala Desa Ciburuy, Firmansyah, menegaskan pembongkaran merupakan bagian dari program besar yang mengacu pada regulasi. Menurutnya, keberadaan bangunan liar di kawasan konservasi memang dilarang.
“Kami sudah menerima surat resmi dari DSDA Jawa Barat dan UPTD PSDA Citarum. Sosialisasi dilakukan, termasuk rencana renovasi Balai Pinton dan pengerukan sedimentasi. Semua ini demi kepentingan bersama,” jelas Firmansyah.
Nama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) dan Bupati Bandung Barat Jeje Ritci Ismail pun kerap disebut warga. Mereka berharap keduanya turun tangan memastikan masyarakat terdampak tidak dibiarkan terlantar.
Pembangunan atau Kemanusiaan?
Kondisi di Ciburuy menggambarkan dilema klasik pembangunan: kebutuhan menata kawasan wisata berhadapan dengan kewajiban melindungi hak masyarakat.
Situ Ciburuy dengan panorama danau serta nilai sejarahnya memang punya potensi besar untuk menjadi destinasi wisata unggulan. Namun, keberhasilan revitalisasi juga akan diukur dari bagaimana pemerintah memperlakukan warganya.
Di tengah puing-puing, seorang nenek duduk termenung menatap rumahnya yang sudah rata dengan tanah. Di sampingnya, cucu-cucunya mengumpulkan pakaian yang berserakan.
“Rumah ini bukan hanya bangunan, tapi tempat kenangan kami. Kami paham ini untuk kemajuan, tapi beri kami waktu,” katanya dengan suara bergetar.
Petugas gabungan berusaha menjaga ketertiban, namun tak sedikit terlihat menahan iba. Beberapa bahkan ikut membantu warga mengangkat barang-barang ke tempat aman.
Situasi ini memunculkan desakan agar proyek revitalisasi dibarengi dengan program relokasi yang jelas, termasuk bantuan sosial bagi keluarga miskin.
“Pembangunan itu penting, tapi jangan melupakan manusia di dalamnya,” tegas seorang tokoh masyarakat.
Harapan warga sederhana: pembangunan berjalan, wisata Situ Ciburuy maju, tetapi mereka tidak kehilangan tempat tinggal tanpa kepastian.
Masa Depan Situ Ciburuy
Jika rampung, Situ Ciburuy digadang-gadang menjadi destinasi wisata modern: Balai Pinton kembali hidup, area kuliner tertata, jalur pejalan kaki nyaman, dan air danau bersih dari sedimentasi.
Namun, warga berharap proyek ini kelak dikenang bukan hanya karena kemegahannya, tetapi juga karena pemerintah mampu menghadirkan keindahan tanpa menghapus hak-hak masyarakat kecil yang selama ini menjaga kawasan tersebut.
“Kami bangga kalau Situ Ciburuy maju. Tapi jangan lupakan kami. Kami juga ingin hidup tenang, meski harus pindah,” pungkas Neneng, mewakili suara banyak warga.***
Sumber    : Liputan
Pewarta   : Asep Jabrig / Ajag
Editor       : Taufiq Nugraha


 
